Sekolah Ceria untuk Merapi

Posted on
Tepat pukul enam pagi kereta kelas bisnis yang membawa kami dari Jakarta mulai memasuki Stasiun Tugu. Hiruk pikuk penumpang mulai terlihat untuk segera meninggalkan gerbong menuju destinasi masing-masing. Di luar, suara takbir menyambut kami. Suasana memang agak lengang, di sana sini hanya terlihat umat muslim dan muslimah berjalan menuju masjid hendak menunaikan Sholat Idul Adha berjamaah di sela-sela tumpukan debu Merapi yang masih sedikit tersisa.


Kedatanganku ke Jogya kali ini tidak untuk berwisata seperti biasanya, hanya ingin menyumbangkan tenaga untuk meringankan beban warga Jogya sehabis terkena dampak letusan Gunung Merapi. Ini memang kali kedua aku bertandang ke Jogya untuk tujuan kemanusiaan. Pada tahun 2006 sempat sedikit membantu sebagai evakuator di Bantul, kedatangan kali itu hanya berselang satu hari saat bencana terjadi. Saat aku datang, Merapi sudah mulai jinak, semburan awan panas dan debu sudah puas dimuntahkannya. Kali ini, aku berkesempatan menyumbangkan tenaga untuk proses pasca-bencana.

 Sekolah Ceria Untuk Merapi
Bermain bersama
Bergabung dengan salah satu lembaga independen untuk membantu korban letusan Merapi, aku ditempatkan di bagian yang diberi nama: Sekolah Ceria. Dalam kondisi bencana, tentu anak menerima dampak yang paling buruk. Melihat kondisi rumah yang hancur tersapu awan panas, harus mengungsi jauh dari kampung halaman, ada yang berpisah dengan orang tuanya, hingga tidak bisa lagi bersekolah.

Program Sekolah Ceria ini bertujuan untuk memberikan bantuan psikologis bagi anak-anak korban Merapi. Walau diberi nama sekolah, namun isinya hanya bermain-main dan membuat kerajinan tangan. Namun tetap saja intinya bermain, memberikan hak dan kebutuhan anak kecil akan permainan. Sepele memang. Namun, senyum anak-anak kecil yang merekah lebar membuat hati terasa tentram dan dibutuhkan.

Kegiatan yang kami lakukan sangat menyenangkan. Mendatangi camp - camp pengungsian dan mengumpulkan adek - adek cilik untuk bermain bersama. Terkadang di sekolah yang kosong, kadang di aula warga, atau di Stadion Maguwo. 

Dedikasi Seorang Volunteer di Sekolah Ceria
Dari permainan tebak-tebakan, bermain ular-ularan, sampai nyanyi bersama pun dilakoni. Dan seringkali yang menjadi favorit mereka (dan juga kami karena mereka jadi diam barang sejenak) adalah menggambar. 

Asyik sekali melihat mereka khusyuk menggambar. Tentu bisa ditebak tema apa yang paling banyak digambar oleh mereka, ya, Letusan Merapi!

Dengan membuat anak-anak kembali tersenyum, secara otomatis dapat sedikit meringankan beban para orang tua yang depresi memikirikan hari esok. Bukankah kebahagiaan terbesar para orang tua adalah saat melihat anaknya bahagia?

Volunteer Bukanlah Aksi Heroik 
Menggambar Bersama
Seringkali, banyak relawan yang merasa gagah dan keren jika sudah melakukan aksi kemanusiaan di lokasi bencana. Dengan menonjolkan segala atribut dan lambang, mereka menyasar lokasi paling terpencil, aksi evakuasi paling heroik, atau mengaku telah berhasil menyelamatkan warga yang terjebak reruntuhan. Hal itu memang harus dilakukan, namun masih banyak segi-segi kemanusiaan yang harus kita garap. Segi-segi yang sepele dan tidak terlihat keren.

Membungkus nasi di dapur umum, melakukan pembersihan di lokasi pengungsian agar tidak menjadi sarang penyakit, atau berkutat dengan dokumen di kantor untuk mengurus distribusi barang. Tentu banyak orang yang malas melakukan itu. Tak terkecuali penulis sendiri. Namun hal-hal tersebut harus tetap dilakukan dengan sepenuh hati karena semua bagian adalah sama mulianya, tak kurang maupun tak lebih.

Senyum Bahagia
Oleh karena itu, jangan bayangkan akan aksi-aksi heroik ketika diterjunkan di lapangan. Semua pos harus terisi. Seperti halnya yang kualami kala ikut berperan pada proses penanganan korban Merapi pasca erupsi. 

Pada saat berangkat aku mengandaikan dapat ikut terjun pada proses evakuasi dari lereng Merapi. Naik jeep dan menerjang reruntuhan untuk mengevakuasi warga. 

Namun ternyata malah ditugaskan di Sekolah Ceria. Pada awalnya seh sempat kecewa, namun belakangan malah merasa bersyukur. Bersyukur dapat membuat anak-anak kecil tertawa riang.

Sepasang Anak Kecil
Jadi mari lakukan porsi kita semaksimal mungkin dan jangan malas atau ragu jika ditempatkan di pos-pos yang terlihat sangat membosankan. Kita datang untuk membantu bukan? (DM/*)

@ksrundip | 2012