Latihan (yang) Rutin Yuk?!

Untuk membuat sebilah katana (pedang panjang) yang berkualitas tinggi, sepotong besi harus ditempa berulang-ulang. Katana yang berkualitas tentu dapat melaksanakan fungsinya dengan baik bagi seorang samurai. Namun tidak berhenti di situ saja, katana setajam apapun tetap dapat tumpul bahkan berkarat jika hanya teronggok tanpa perawatan. Sama halnya dengan seorang first aider, latihanlah yang menjadikan seorang first aider berkualitas, dan terus berlatihlah yang akan menjaga kualitasnya.

Ilmu pertolongan pertama adalah ilmu ketrampilan. Seperti halnya seorang samurai yang terus berlatih mengayunkan tebasan pedang hingga ribuan kali ke batang kayu hanya untuk mendapatkan satu tebasan yang sempurna. Padahal belum tentu samurai tersebut akan menemui pertarungan di sepanjang hayatnya, namun tetap saja  setiap hari berlatih demi menyempurnakan tebasan pedangnya. 

Begitu juga dengan first aider, tentu kita tidak tahu kapan akan menghadapi sebuah kecelakaan. Semoga saja tidak pernah terjadi. Namun, sebagai seorang samurai pertolongan pertama, harus tetap siap sedia.

Sedikit tapi Kontinyu
Latihan rutin tidak perlu dilakukan berjam-jam, tidak perlu pula dilakukan setiap hari. Poin paling penting dari latihan adalah dilakukan secara kontinyu. Tetapkan frekuensi dan periode latihan kemudian patuhi. Satu atau dua jam yang dilakukan seminggu sekali pun sudah mencukupi.

Ilustrasi latihan rutin.
Tidak perlu pula mengharuskan jumlah peserta yang banyak. Dua orang jadilah! Malahan, makin banyak peserta, nilai keefektifannya akan berkurang. Menurut saya, cukup batasi sampai sepuluh orang. Jika lebih dari itu, buat kelompok lain dengan materi yang sama.

Pilihan materi pun tidak perlu muluk-muluk. Cukup ambil materi yang sederhana dan menyeluruh. Jika materinya terlalu banyak, bagi dalam beberapa sesi. Semisal untuk materi otot dan rangka, dapat dibagi menjadi beberapa sesi dengan tiap sesi membahas bagian tubuh yang berbeda. Contoh lain untuk materi evakuasi yang tentunya tidak cukup jika dipelajari dalam satu atau dua jam. Namun penting untuk diingat, variasi materi penting dilakukan.

Seringkali (dan hampir selalu) latihan urung diadakan karena tidak ada yang melatih. Menurut saya hal itu hanya alasan yang dibuat-buat. Siapa saja bisa melatih, karena di sini pelatih bukan sebagai sumber ilmu tetapi sebagai moderator. Memang ke-valid-an ilmu harus tetap dijunjung tinggi, karena itu moderator harus menyiapkan sumber rujukan yang terpercaya pada tiap sesi latihan. Syukur-syukur sudah dipelajari terlebih dahulu.

Monoton itu membosankan
Semua pasti setuju bahwa hal yang monoton pasti membosankan. Karena itu untuk menjaga kualitas dan semangat berlatih perlu memvariasikan latihan rutin yang kita lakukan. Tuangkan dan lakukan ide-ide yang out of the box.

Latihan tidak harus dilakukan di dalam ruangan atau lokasi latihan yang semestinya. Sekali-kali lakukan latihan di rumah atau kos anggota, selain bisa menambah keakraban, tentunya cemilan dan minuman dingin bisa mengiringi saat latihan. Di tengah taman, di gunung, kampus, atau tempat apapun yang bisa me-refresh suasana hati kita. Namun perlu diingat agar tetap menjaga suasana latihan tetap kondusif.

Selain pilihan lokasi dapat juga menvariasikan dengan menghadirkan alat peraga. Pertolongan pertama adalah materi praktek, bukan teori, karena itu usahakan untuk menghadirkan alat peraga pertolongan pertama yang dibutuhkan.

Variasi penting sekali agar menjaga latihan rutin yang berkualitas. Menghadirkan narasumber, melakukan latihan gabungan, memilih materi latihan yang sedikit berbeda, atau melakukan sedikit kejutan dapat ditempuh. Jadi, mari terus berlatih untuk mempersiapkan diri kita agar menjadi selalu siap sedia sebagai first aider dengan moto ‘Awali latihan dengan niat, berdoa, dan RJP!’. (DM/*)

@ksrundip | 2012